Asal Mula Inklusi Keuangan, Bagaimana di Indonesia?

0
3146

Mengutip www.bi.go.id istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi semakin populer sejak pasca krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid yang berpendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran. Kelompok tersebut yang umumnya unbanked (masyarakat yang sudah cukup umur yang masih belum memiliki rekening bank, oleh karenanya tidak memiliki akses layanan perbankan dasar seperti tabungan) yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.

Selang satu tahun kemudian, kelompok G20 mengangkat isu ini pada Summit 2009 yang berlangsung di kota Pittsburgh, Pennsylvania – Amerika Serikat. Anggota G20 sepakat perlu adanya peningkatan akses keuangan bagi kelompok tersebut. Setahun kemudian, isu inklusi keuangan dipertegas saat Summit 2010 yang berlangsung di Toronto – Kanada. Hasil G20 Summit 2010 menghasilkan 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework.

Sejak itu masyarakat internasional banyak yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti Consultative Group to Assist the Poor (CGAP), World Bank, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclusion (AFI), termasuk standard body seperti BIS dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk negara berkembang dan Indonesia.

Sementara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, inklusi keuangan didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Bank Indonesia, perlunya inklusi keuangan karena dinilai mampu memberikan banyak manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai berikut:

  1. Meningkatkan efisiensi ekonomi.
  2. Mendukung stabilitas sistem keuangan.
  3. Mengurangi shadow banking atau irresponsible finance.
  4. Mendukung pendalaman pasar keuangan.
  5. Memberikan potensi pasar baru bagi perbankan.
  6. Mendukung peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia.
  7. Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan.
  8. Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.

Posisi Inklusi Keuangan Indonesia

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hasil Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) ketiga pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76,19%. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK tahun 2016 yang tercatat sebesar 67,8%. Maka dalam 3 tahun terakhir terdapat peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) di Indonesia sebesar 8,39%.

“Sinergi dan kerja keras tersebut target indeks inklusi keuangan yang dicanangkan pemerintah melalui Perpres Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75% pada tahun 2019 telah tercapai,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara melalui rilis www.ojk.go.id

Baca Juga:
Memasuki 3 Tahun, Akseleran Berhasil Tumbuh 42% di Q3 2020
Seberapa Besar Peluang Investasi di Masa Resesi Ekonomi?
2020 Segera Berakhir, Sudah Siapkan Resolusi Keuangan 2021?

Meski telah mengalami peningkatan ternyata inklusi keuangan di Indonesia masih dinilai rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga. Mengutip www.bisnis.com, Presiden Joko Widodo mengatakan, inklusi keuangan di Singapura telah mencapai 98%, Malaysia 85%, Thailand 82%. “Artinya kita masih di bawah mereka sedikit,” kata Presiden Joko Widodo.

Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar inklusi keuangan di Indonesia bisa mencapai 90% pada tahun 2024.

Iskandar Simorangkir selaku Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 masih berada pada posisi 76,2%. Angka ini masih di bawah indeks inklusi keuangan sejumlah negara-negara berkembang (emerging market) lainnya.

“Walaupun naik pesat, angka indeks ini masih di bawah emerging market seperti Tiongkok dan India yang telah mencapai indeks inklusi keuangan sebesar 80%, serta negara ASEAN seperti Malaysia sebesar 85% dan Thailand sebesar 82% pada 2017 menurut Global Index,” ujar Iskandar dalam pembukaan kegiatan Bulan Inklusi Keuangan 2020 secara virtual, Senin, 5 Oktober 2020.

Sobat, itulah asal mula inklusi keuangan dan posisi inklusi keuangan Indonesia. Semoga target pemerintah terhadap inklusi keuangan Indonesia yang mencapai 90% di tahun 2024 bisa tercapai. Yuk dukung inklusi keuangan Indonesia! Agar inklusi keuangan dapat berjalan secara optimal kini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggelar Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2020 secara virtual yang berlangsung sejak 5 Oktober 2020 – 31 Oktober 2020.

Daftar sekarang dan dapatkan imbal hasil hingga 21% per tahun di Akseleran

Akseleran memberikan saldo awal senilai Rp 100 ribu untuk pendaftar baru dengan menggunakan kode CORCOMMBLOG. Melakukan pendanaan di Akseleran juga sangat aman karena lebih dari 98% nilai portofolio pinjamannya memiliki agunan. Sehingga dapat menekan tingkat risiko yang ada. Akseleran juga sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nomor surat KEP-122/D.05/2019 sehingga proses transaksi yang kamu lakukan jadi lebih aman dan terjamin.

Untuk kamu yang tertarik mengenai pendanaan atau pinjaman langsung bisa juga menghubungi (021) 5091-6006 atau bisa via email [email protected]