Indonesia dan Australia Kembangkan Jejaring Tekfin Baru

0
2770
Akseleran_Article_Featured_Image_1366x768_indoaussie1

Press Release ini ditulis pada tanggal 30 November 2017 oleh tim Asosiasi Fintech Indonesia yang ikut dalam lawatan ke Australia untuk membangun network dengan pelaku fintech di Australia.


Sydney & Melbourne, 30 November 2017 – Komunitas fintech (teknologi finansial/tekfin) Australia hari ini menerima delegasi Indonesia yang terdiri dari regulator keuangan dan 16 perusahaan untuk membahas topik-topik terkini seputar inklusi keuangan dan upaya pertumbuhan industri tekfin yang lebih kuat.

Perusahaan-perusahaan Indonesia yang hadir dalam kesempatan ini merupakan pelaku usaha yang aktif di bidang peer-to-peer (p2p) lending atau pembiayaan, pembayaran dan investasi. Mereka hadir bersama pejabat senior dari Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam sebuah tur tiga hari di dua kota, Sydney dan Melbourne.

Kehadiran para pelaku usaha tekfin dan pejabat regulator keuangan negara dalam perjalanan ke Australia ini termasuk yang terbesar jika dilihat dari jumlah peserta.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Asosiasi FinTech Indonesia dan asosiasi tekfin Australia ini diselenggarakan untuk membangun jejaring dan kerjasama yang lebih kuat antar dua negara dalam konteks industri tekfin.

Indonesia berkembang sebagai pusat tekfin dan usaha rintisan (start-up) ke-2 terbesar di wilayah Asia Tenggara, yang ditandai dengan adanya 53 proyek investasi di industri tekfin yang diprediksi akan selesai di tahun 2017[1] dan total investasi senilai US$3 miliar yang dikucurkan untuk mendukung perusahaan tahap awal (early stage) dan start-up hingga tahun ini[2].

Di saat yang bersamaan, Australia saat ini memiliki industri tekfin yang sangat aktif dengan pertumbuhan jumlah perusahaan dari 100 perusahaan di tahun 2014 menjadi hampir 600 perusahaan saat ini. Start-up di Australia didominasi oleh tekfin dengan satu dari lima pendiri start-up mengincar industri ini[3].

“Australia dan Indonesia memiliki ekosistem tekfin yang aktif dan dapat saling menguntungkan, kini kami mulai membangun hubungan di antara keduanya,” ucap Danielle Szetho, CEO FinTech Australia (asosiasi fintech di Australia).

“Pasar kami sangat berbeda dan justru memberikan kesempatan besar untuk berinovasi jika kita dapat bekerjasama lebih erat untuk membantu para perusahaan mengerti pasar masing-masing.”

Akseleran_Article_Featured_Image_1366x768_indoaussie2

Direktur Eksekutif untuk Kebijakan Publik Asosiasi FinTech Indonesia, Ajisatria Suleiman, mengatakan, “Kedua negara dapat membawa pulang pelajaran dari pertemuan ini apalagi industri tekfin di Indonesia masih melihat kesempatan besar dalam mendukung pertumbuhan transaksi online yang saat ini diprediksikan mencapai US$130 miliar dan untuk melayani sektor UMKM yang saat ini baru 9 persen atau sekitar 4,6 juta yang online.[4]

Pertemuan ini juga akan berfokus pada isu inklusi keuangan yang dilihat oleh pemerintah Indonesia sebagai pilar utama dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Industri tekfin diidentifikasi menjadi salah satu potensi yang dapat mendorong inklusi keuangan, baik untuk dunia usaha maupun individual.

Industri tekfin yang berkembang di Indonesia dengan jumlah pelaku usaha sedikitnya 157 perusahaan, terus membangun lingkungan usaha yang menguntungan baik terkait regulasi, jaringan infrastruktur dan teknologi, hingga kesiapan pasar.

“Saya menyaksikan secara langsung potensi kerjasama antara pelaku usaha Australia dan Indonesia dalam membangun perusahaan teknologi – kita hanya perlu membangun relasi yang lebih erat untuk membuka kesempatan lebih besar lain,” ujar Andy Zain, Managing Director Kejora Ventures, sebuah perusahaan venture capital di Indonesia.

Perjalanan ini juga diisi oleh kunjungan ke hub start-up di Sydney – yang terbesar di kategorinya di southern hemisphere. Rombongan delegasi Indonesia juga melakukan kunjungan ke perusahaan start-up inkubator, Stone & Chalk, yang berlokasi di Melbourne.

Delegasi Indonesia pun mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih lanjut mengenai $1 billion New Payments Platform (NPP) yang memungkinkan seseorang utuk melakukan pembayaran yang mendekati real-time dan kaya data (data-rich) dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi digital. Inisiatif NPP ini direncanakan akan diluncurkan pada awal 2018 mendatang.

Pada bulan April 2017 lalu, Australian Securities and Investments Commission (ASIC) dan OJK juga telah menandatangani kesepakatan untuk mempromosikan inovasi layanan keuangan di masing-masing negara.

Kunjungan ini diinisiasi oleh FinTech Australia dan Asosiasi FinTech Indonesia yang implementasikan didukung oleh Department of Foreign Affairs and Trade, the Australia-Indonesia Partnership for Economic Governance, Austrade, pemerintah New South Wales dan Victorian, serta Stone & Chalk.

*****

Tentang Asosiasi FinTech Indonesia

Asosiasi FinTech Indonesia adalah asosiasi/wadah yang menghimpun perusahaan/institusi para pelaku sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi dalam menjalankan usahanya. Asosiasi FinTech Indonesia diluncurkan secara resmi di hadapan publik pada September 2015 dan resmi terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai badan hukum perkumpulan pada Maret 2016. Asosiasi Fintech mulai membuka keanggotaannya kepada publik pada Mei 2016, kini didukung 103 perusahaan start-up Fintech dan 21 institusi keuangan.

[1] CB Insights

[2] AT Kearney Indonesia Venture Capital Outlook Report 2017

[3] Startup Muster report 2017

[4] http://www.viva.co.id/berita/bisnis/977921-delapan-juta-umkm-ditargetkan-go-online-di-2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here